Monday, November 30, 2009

Kalau Unta Berhasil Masuk Lubang Jarum

Seorang kaya suatu hari datang mendekati Yesus dan mengajukan pertanyaan serius ini: “Tuhan, apa yang harus kubuat, agar aku bahagia?”. Dia bukan peminum, apalagi pemabuk. Hidupnya suci, dia melakukan semua yang dianjurkan oleh kitab suci dan melaksanakan hukum-hukum taurat. Dia datang dengan penuh keyakinan dan tidak membayangkan yang lain selain afirmasi Yesus. Yah, Tuhan membenarkan apa yang telah dibuat orang baik ini. Namun, rupanya Yesus belum selesai bicara. Dia melanjutkan: “jika engkau ingin sempurna, juallah segala milikmu dan berikanlah semuanya untuk orang miskin. Setelah itu ikutilah aku…Jawaban ini tentu mengejutkan.



Dengan melemparkan tantangan ini, kalau ingin sempurna, Yesus rupanya mau bilang bahwa menjadi baik saja tidak pernah cukup untuk seorang kristiani. Kita perlu menginginkan yang lebih dari itu, yakni menjadi lebih baik tanpa harus menjadi paling baik. Menjadi bahagia, hemat saya adalah perjalanan untuk semakin hari menjadi semakin lebih baik. Yesus menyediakan syarat yang sangat jelas walaupun seringkali salah diartikan. Ada tiga sikap (lebih dari pada tindakan) yang tidak terpisah satu dengan yang lain.


Pertama menjual segala harta milik kita lalu kedua memberikannya pada orang miskin. Dua kalimat yang setara. Yang satu tentu tidak berarti menuntut kita membuat sebuah bazar gratis di mana kita akan menjual segala milik kita bahkan pakian yang melekat di badan sekalipun. Bukan di sini letak sifat ekstrem perintah Yesus. Pun meski kita kemudian rajin bersedekah atau memberi derma pada orang miskin, bukan di sana letak radikalitas pesan Yesus. Yang pertama adalah undangan untuk melepaskan sikap ‘tergantung’, ‘ketagihan’, lengket pada harta benda, atau idola pada pekerjaan, karir, nama baik, popularitas, ide, dan semua yang menggoda kita memutlakan diri kita sendiri. Yang kedua merupaka kelanjutan daripertama, kemurahan hati, hidup yang tak lengket yang tidak berpusat pada dirinya adalah hidup yang dengan sendirinya mudah memberi. Buah diciptakan untuk memberi, demikianlah kenapa tak satu pun buah di bumi kita yang begitu sulit dipetik untuk dimakan. Dua keutamaan ini, berakar pada undangan yang ketiga, ikutilah aku…


Mengikuti pertama sekali , berjalan di belakang. Nah, memilih untuk lepas bebas dan bermurah hati adalah pilihan yang kita buat karena Yesus, karena Dia sendiri telah melakukannya. Yang kedua, mengikuti Dia Berarti menjadi serupa Dia. Menjadi, in becoming adalah sebuah perjalanan panjang. Saya teringat kisah Yunus yang hampir selama sepekan ini kita renungkan dalam misa harian. Ia dipanggil Tuhan untuk memperingati orang Niniwe tentang kehancuran yang akan terjadi atas mereka jika mereka tidak bertobat. Yunus melarikan diri karena dia tahu Tuhan akan bermurah hati dan mengampuni. Harus menerima kenyataan bahwa Tuhan bermurah hati pada musuh kita, pada orang yang kita benci, yang kita anggap ‘kafir’ tidak bisa ditanggung Yunus, seorang Israel sejati yang sedari dulu percaya bahwa hanya Israel lah yang Tuhan cintai. Dia lari, menyingkir, bersembunyi bahkan menyesal pernah mengenal Tuhan, hingga akhirnya lewat pertolongan seekor ikan Yunus diselamatkan dari maut di tengah pelariannya. Pengalaman inilah yang pelan-pelan mengubah hati Yunus sebelum akhirnya dia pergi mewartakan peringatan pertobatan pada orang-orang Niniwe.


Lebih mudah seekor unta masuk lewat lubang jarum daripada seorang kaya masuk kerajaan surga. Alegori ini tidak lain mau mengatakan bahwa, kita tidak bisa mengerti dan mulai merasakan surga kalau kita belum mampu membebaskan diri dari segala keyakinan keliru kita tentang siapa Tuhan dan juga tentang orang lain. Orang lain, bahkan musuh kita dicintai secara istimewa dan bahkan secara sama oleh Tuhan sebagaimana Ia mencintai kita sendiri. Maaf, jangan memakai kriteria sama seperti yang kita inginkan. Kita mesti mencintai musuh juga justru karena kita mau mewartakan pada-Nya bahwa Tuhan mencintai dia.


Anda tahu Friederich Nietzche bukan?, filosof yang dianggap musuh orang beragama, bahkan oleh orang Kristiani sendiri, karena dia yang paling keras memelopori ‘pembunuhan’ Tuhan dan menyingkirkan-Nya dari sejarah kita: bunuhlah Tuhan, dan hiduplah manusia, itulah slogan ateisme modern yang dicetuskan filsafat subjek. Sebenarnya, ini bukan penemuan Nietzche, pun dia tidak mewartakan sesuatu yang baru tentang Tuhan, apalagi tentang kematian-Nya. Tuhan memang telah mati, tapi Dia bangkit dan hidup. Ia mati justru supaya manusia, yakni kita hidup bukan? Kitab suci memberi kesaksian tentang itu, dan Gereja sudah sejak lama mewartakannya. Bedanya, kita tidak bisa menyingkirkan Tuhan, ataupun lari dari-Nya. Lihatlah orang seperti Nietzche ternyata juga tetap membantu kita mengerti Tuhan;. Betapa pun jeleknya Nietzche di mata orang beriman, toh dia pantas kita hormati karena mengingatkan kita pada misteri cinta Tuhan (pendapat pribadi), yang tidak pernah menyingkir dari sejarah kita, biarpun kita tidak lagi mau mencintai-Nya, menolakNya. Tuhan tidak mati, Ia hidup di antara kita yang tanpa melihat latarbelakang agama, atau kategori sosial lainnya menolong saudara-saudara kita yang menderita di Padang atau di manapun. Inilah yang harus kita wartakan sementara kita berjalan mengikuti Yesus. Dengan mencintai seradikal Yesus, alegori tadi menjadi puisi indah, bahwa kita bisa membuktikan mungkin saja unta itu melewati lubang jarum.

Thursday, November 12, 2009

KUABADIKAN INI UNTUK AYAHKU TERCINTA YANG TELAH PERGI SELAMANYA


Saya teringat saat akhirku bersamamu bapaku tersayang, saat aku ingin meninggalkanmu unutk pergi jauh dan sangat jauh darimu, saat itu aku menemukan makna dan arti dari berkat. Malam itu, kita bersama di kamar keluarga: saya, mama dan papa tersayang, aku ungkapkan isi hatiku terdalam yang selama ini mengganjal di hatiku, dan papaku tersayang, engkau dengan telinga dan hati yang terbuka lebar untuk mendengarkan aku dan pada akhirnya Engkau berkata: anakku, pana ma mela-mela, sekolah ma mela-mela,mojip tite susah tapi Tuhan tetap ada di antara kita sehingga tit bisa mojip melang, pana ma mela-mela, sekolah ma mela-mela, kalau mo alami kesulitan peret kame tapi yang paling penting anaga, sera no orem pua fe no pua kesulitan moe je Alapes…Alapes pasti bantu karena ne gemadi mo untuk lalan Nae. Setelah itu ayahku tersayang berkata, sekarang anakku, berdoalah untuk saya dan mamamu. Dan saat itu aku berlutut di depan merka berdua dan berdoa bagi mereka. Setelah berdoa aku berkata, Bapa dan mamaku tersayang, sekarang berikan berkatmu unutk saya anakmu (dalam tradisi keluarga kami, ayah dan mama memberikan berkat dengan membuat tanda salib kecil di dahi saat kami akan pergi ke sekolah atau bepergian jauh), namun saya menyadari bahwa kondisi tangan kanan ayahku tidak bisa digerakan karena stroke selama dua tahun, saya meminta dia untuk memberikan berkat (tanda salib di dahiku) dengan tangan kiri. Namun ayahku berkata: engkau adalah anakku, engkau pantas mendapatkan berkatku dengan tangan kananku seperti anak yang lain, aku membesarkanmu dari kecil dan sampai engkau berada dalam pilihan hidupmu, aku ingin jerih payahku menjadi sempurna lewat berkatku ini. Engkau layak menerima dengan tangan kananku, bukan tangan kiri. Setelah itu ayah mengangkat tangan kanannya yang tidak dapat digerakan itu dengan ditopang oleh tangan kirinya yang bisa digeraakan dan membuat tanda salib di dahiku sebagai tanda berkat. Aku merasakah suatu usaha yang sangat keras dari ayahku tersayang untuk memberikan berkat itu. Suatu usaha yang keluar dari lubuk hati terdalam dengan penuh kelimpahan berkat.

Dua bulan kemudian, setelah aku tiba di Mongolia, tepatnya tanggal 12 november, karena rasa kangen yang mendalam, aku menelpon ke rumah, saat itu mama – seperti biasa berada di rumah menjaga papa yang sakit stroke – mengangkat telpon aku. Setelah bercerita ama mama, aku berbicara dengan papa, aku bercerita tentang keadaanku dan dia juga menceritakan kecemasannya ke aku selama kurang lebih dua bulan setelah kepergianku ke Italia dan Mongolia, tidak ada kabar dari aku, bapa cemas dan menunggu berita dari aku, dan akhirnya dia mengulang pesannya lagi (seperti di atas) dan setelah itu dia berkata, anakku Tuhan bersamamu, DIA memberkatimu selalu. Aku pamit dan aku masih berkata: Bapa satukan sakitmu dengan penderitaan Yesus di salib, dan dia mejawab aku, ini adalah salib yang Yesus berikan buat aku anakku. Aku terimanya walaupun berat…….

Dua hari kemudian, tanggal 14 November 2008, saat itu pkl. 5.15, aku masih tidur nyenyak di kamarku karena dingin, aku dikagetkan oleh bunyi HP-ku, ternyata tlp dari luar Mongolia, ku angkat, kakaku yang menelpon. Ade apa kabar – tanyanya – aku baik tata – Ama….kita harus terima dan mengikhlaskan kepergian Bapa….tadi pagi jam 5.00 bapa telah pergi untuk selamanya….pecah tangisku seakan tidak percaya….Tuhan kenapa semuanya ini terjadi….kenapa semuanya begitu cepat…aku masih sayang papa….bapaku pergi untuk selamanya……

Satu tahun berlalu, kesedihan mewarnai hidupku, aku mengerti benar arti kehilangan orang yang kita sayangi, aku mengerti hidup tanpa seorang ayah…aku mengerti arti terbang dengan satu sayap, namun di atas semuanya aku mengerti arti dan makna CINTA, MAKNA KEHIDUPAN dan PEMBERIAN DIRI. Dari pribadi ayahku aku temukan cinta itu, cinta yang tanpa meminta balas, cinta yang berkorban, cinta yang selalu menanti, cinta yang selalu menyertai, cinta yang selalu memberi, cinta yang selalu membuat aku mengerti makna dari memberi, memberi tanpa harus menuntut balas, memberi tanpa harus mengharapkan, cinta yang mengangkat dan memberdayakan orang lain. Pemberian dirinya nampak dalam dirinya yang menua termakan usia lewat kerja keras, lewat penanaman iman yang teguh, dirinya menua termakan sengat matahari, termakan cangkul, parang, demi sesuap nasi untuk memberi hidup bagi keluarga. Badannya menua termakan cucuran keringat dan air mata demi pendidikan yang lebih baik dari anak-anak, dirinya menua termakan waktu untuk hidup yang lebih baik bagi kami anak-anak. Dia tidak memikirkan dirinya, dia memikirkan kami anak-anak, masa depan, dan hidup yang lebih baik, lebih ‘bermartabat’ dan lebih baik dari dirinya.

Dia laksana lilin yang memberi terang bagi kami sementara dirinya rela dan siap meleleh demi menerangi dan membimbing jalan hidup kami. ‘Lilin’ itu meleleh dan akhirnya habis…..selamat jalan ayah….terima kasih uda menjadi lilin dan teladan bagi kami. Darimu kami belajar arti dan makna hidup, doakan kami khususnya saya anakmu agar mampu menjadi lilin yang baru bagi orang lain, mampukan aku untuk melanjutkan, membawa, memberikan dan mewariskan cintamu lewat orang-orang lain. Terima kasih untuk berkatmu yang tulus dan murni dari hatimu, mampukanlah aku dan kami semua dalam keluarga agar mampu menjadi berkat bagi orang lain yang ada di sekitar kami. Bapa aku sayang denganmu….I miss u always…..