Monday, December 21, 2009

Natal…………


Konon saat Maria dan Yoseph dalam perjalanan untuk pendaftaran, di tengah jalan Maria ingin melahirkan dan Yosep mengalami kesulitan untuk menuntun Maria, dan beberapa menit kemudian mereka bertemu dengan seekor harimau yang larinya cepat banget, dan Yoseph meminta unutk membawa Maria karena dia akan melahirkan, namun harimau menolak karena dia ingin menjaga hutan rimba dalam statusnya sebagai sang raja hutan. Dia pun berlalu. Yosep dan Maria terus berlalu, mereka bertemu dengan seeokor gaja yang besar, kuat dan berani dan mereka memintanya untuk membawa Maria, namun dia menolak dengan alasan sibuk menjaga hutan dan mencari makan. Merekapun berlalu. Mereka bertemu dengan seekor zebra. Mereka memintanya unutk menghantar Maria, dia menerimanya dan berkata “aku siap menghantar Maria ke manapun, tapi aku berjalan sangat lamban dan tidak bisa berlari. Yosep mengatakan “oh ga papa, lagian Maria sedang hamil jadi pelan-pelan juga ga papa” Akhirnya sang zebra menghantar Maria. Namun karena kelambananannya dan Maria sudah tidak tahan lagi, akhirnya dia melahirkan Yesus di kandang. Di kandang itu banyak binatang. Banyak dari para binatang yang ditawari unutk menjaga dan tidur di samping Yesus. Seekor singa ditawari karena kekuatannya unutk melindungi, namun dia menolak karena harus pergi berburu makanan. Dia berlalu. Seekor kuda ditawari karena keperkasaannya, namun dia menolak karena harus merumput. Dia berlalu. Akhirnya seekor sapi ditawari untuk menjaga Yesus, akhirnya dia menyetujuinya, bukan karena kekuatannya, bukan karena bisa melindungi tapi karena dengan ekornya dia bisa mengibas-ngibaskannya dan seperti mengusir lalat dan nyamuk. Akhirnya dia tinggal bersama Yesus, Maria dan Yoseph di kandang.

Cerita kecil di atas mengingatkan betapa orang-orang yang kuat, yang pongah pada jabatan dan profesi, yang berprestasi, dan bahkan yang hanya mengejar materi (dibaca uang) menolak untuk menerima Yesus atau bahkan tidak dipilih Allah untuk mengalami kedamaian dan kegembiraan natal, menolak unutk tinggal disamping Yesus, menolak untuk duduk di samping Yesus. Betapa Allah memilih orang-orang kecil karena kerendahan hati dan kepolosan mereka dalam menerima Yesus. Betapa Allah bersolider dengan orang –orang kecil, dengan mereka yang terpinggirkan. Peristiwa natal adalah peristiwa solidaritas Allah dengan kita yang berdosa, dengan kita yang selalu terbelenggu dalam dosa, dengan kita yang kadang mengganggap diri kita suci, kuat dan angkuh. Solidaritas Allah dengan kita yang menganggap rendah orang-orang kecil di sekitar kita, dengan orang-orang miskin yang terpojokan oleh sikap, kata-kata dan oleh status social. Allah datang unutk memberdayakan kita, mengangkat kita dari lembah yang kelam karena dosa dan kemunafikan kita, tapi mengapa kita sangat sulit untk keluar dari topeng kemunafikan kita, mengapa kita menjadi sangat sulit unutk mengampuni, dan membuka tabir kepongahan kita di hadapan Allah dan sesama? Dengan peristiwa penjelmaan ini, Allah menunjukan bukti tertinggi dari cintaNya kepada kita, namun betapa sering aku dan juga mungkin yang sedang membaca renunganku ini membelenggu cinta Allah dengan kesemuan cinta kefanaan? Peristiwa natal ini adalah peristiwa cinta Allah yang agung yang turun dari takhta kemuliaannya untuk membuat kita mengerti cinta yang sesungguhnya bahwa cinta yang sejati adalah cinta yang memberdayakan, cinta yang mengangkat harkat dan martabat manusia, cinta yang membuka jalan menuju ke jalan yang lebih baik, dan cinta yang memberi ruang bagi kemuliaan manusia dan Tuhan. Sering kita memenjarakan cinta itu menjadi cinta yang ekslusive, cinta yang merendahkan dan mengabaikan harkat dan martabat manusia.

Peristiwa natal adalah perstiwa kerendahan hati Allah menjadi manusia, Allah mau mengambil wujud manusia unutk tingal bersama kita, mengalami hidup kemanusiaan kita dan dari sana DIA mengangkat kita dan mengajarkan kita untuk bertoleransi, bersolider, berpeduli dengan orang lain. Penjelamaan ini memberi kita ruang akan kerendahan hati, bahwa kerendahan hati yang sejati adalah menanggalkan keakuanku (dibaca keegoisanku) untuk memberdayakan orang lain, unutk menyelamatkan orang lain, unutk meninggikan harkat orang lain terutama yang kecil dan tertindas. Namun betapa sering kita menjadi sombong karena status social, karena pangkat, kedudukan dan mungkin karena status ekonomi sehingga di mata kita orang lain dilihat sebagai pribadi yang kedua, bahkan tak ada harkatnya lagi. Ketika kita berpikir akan segala sesuatu yang ada di dunia ini berasal dari DIa dan bahwa Allah telah terlebih dahulu mencintai, memaafkan, memberi kedamaian dan segala sesuatu yang ada pada kita berasal dari Tuhan, kita akan menyadari KEKECILAN kita di mata Allah dan manusia.

Dua hari yang lalu aku bertanya kepada seorang siswi kelas III sekolah teknik Don Bosco – kebetulan dia sedang mempersiapkan acara dance untuk acara natal sekolah – “Apa makna natal bagimu?” dia berkata: Natal bagiku adalah peristiwa Allah datang ke dunia dan TINGGAL dengan kita” jawaban siswi ini membuat aku berpikir, benar Allah datang ke dunia unutk TINGGAL dengan kita. Ketika kita tinggal dengan seseorang, atau dengan orang lain, kita mengambil bagian, mengenal, mengetahui kehidupan mereka dan akhirnya bersolider dengan orang lain. Hal yang sama dengan penjelmaan, Yesus datang dan tinggal di antara kita, Dia hidup di antara kita, dan bersolider dengan kita yang berdosa ini, Dia bersatu dengan kehidupan kita, Dia menyatu dengan kita dalam diri seorang bayi mungil yang kelihatannya tak berdaya, namun dari ketidakberdayaanNya membuat kita menjadi pribadi yang sangat bermakna dalam Tuhan.

Semoga Natal tahun ini tidak sekedar bersuka cita, tidak sekedar menjadi sinterklaus yang membagi atau memberi hadiah, tapi mari menjadi gembala yang memberitakan kabar gembira kelahiran Yesus dan memiliki Yesus, yang memutuskan unutk tinggal dengan DIA, yang memutuskan unutk duduk di sampingNya, bukan datang memberi hadiah dan pergi, namun memiliki Yesus yang utama lalu membagikannya. Mari dalam kesederhanaan seekor sapi yang tinggal di samping Yesus unutk mengebaskan ekornya unutk mengusir seekora lalat ataupun nyamuk kita belajar unutk tinggal bersama Yesus dalam hidup harian kita dan kita akan menemukan diri kita diberdayakan.

Dari Mongolia saya ucapkan

SELAMAT HARI RAYA NATAL

25 DESEMBER 2009

DAN BAHAGIA TAHUN BARU

1 JANUARY 201O

Friday, December 18, 2009

150 TAHUN LALU - SEKARANG

Hari ini kongregasiku SDB genap 150 tahun, komunitasku mengadakan beberapa acara. pada paginya kami para salesian (P. Carlo, P. Paul Trung, Br. Andrw dan saya) menerima ucapan "selamat" dari semua siswa/siswi dan para staf di sekolah kami. Mereka mempersiapkan baju panas dengan tulisan pada bagian belakangnya 150 Years of SDB dan bagian depannya bergambar bendera dan kepulawan Mongolia. Ini adalah bentuk respek atas kerja kami sebagai salesian di sini di negara yang dingin ini.
Sorenya, tapat jam 17.30, bertempat di St. Mary's Chapel of Cathedral, kami adakan misa. Hampir semua missionaris datang. Juga banyak umat, guru-guru, staff di rumah anak jalanan dan para siswa (mereka yang belum dibaptis termasuk banyak dari guru-guru) hadir dalam perayaan ekaristi. Misa dipimpin oleh bapa uskup sendiri dan dalam homilinya, dia mengingatkan agar kami para SDB tetap setia pada misi dari Don Bosco berkarya bagi kaum muda yang termiskin. Selain itu dia menegaskan bahwa pembaharuan kaul yang kami lakukan adalah bentuk penyerahan diri yang total bagi Allah dan sesama, ini adalah bentuk penyerahan hidup yang total.Kita harus menjadi seperti bibit yang jatuh di tanah, mati dan memberi buah bagi yang lainnya. pembaharuan kaul juga membuat kita mati dari kefanaan kita menjadi berbuah dalam Tuhan dan sesama.
Setelah kotbah, kami berlima, berlutut di hadapan bapa uskup dan membaharaui kaul-kaul kami sebagai salesian. formula kaul kami baca dalam bahasa Mongolia. dan setelah itu, kami mencium relik dari Don Bosco sebagai lambang cinta dan kesetiaan kami pada dia dan misinya kepada kaum muda. misa berjalan dengan lancar dan kurang lebih 1,5 jam. Semua koor saya yang koordinir dan saya menjadi dirigen lagi setelah 1 tahun ga memimpin koor heeeee.
setelah misa acara makan bersama dengan semua umat di aula sekolah Don Bosco.

BE FAITFULL. BE HOLY ARNOLD.

MARANTHA: DATANGLAH TUHAN

Tak terasa saat ini kita berada di masa advent, masa penantian, masa berharap. Kita dihadapkan dengan empat minggu penuh refleksi tentang makna penantian atau menunggu. Ada satu ungkapan klasik yang sering kita dengar bahkan kita ungkapkan ataupun rasakan: Menunggu (menanti) adalah hal yang paling membosankan. Mengapa? Dan kenapa? Mungkin karena hal yang dinanti tidak memberi daya pikat, atau pribadi yang dinanti menjengkelkan, atau karena saat menanti kita menjadi bĂȘte, atau saat menanti kita kelihatannya seperti seorang yang bodoh, atau bahkan ketika kita menanti sambil berdiri memberi rasa pegal pada kaki, atau saat menanti dibawa terik mataharari membuat kita menjadi kepanasan atau bahkan takut menjadi hitam (hal ekstreem). Namun bedanya jika orang atau benda atau suatu kiriman yang dinanti memberi rasa bahagia, kita akan menanti dengan deg-deg-an, atau menanti dengan penuh harapan, atau dengan rasa penasaran yang amat sangat, bahkan ingin memutar waktu biar cepat menerimanya. Beberapa bulan yang lalu aku berada dalam suasana seperti ini, ada seorang yang aku cintai mengirimkan hadiah ulang tahunku dari Indonesia. Hadiah-hadiah itu dikirim sejak akhir bulan agustus, dan sampai lewat tanggal 27 september (ulang tahunku), hadiah itu belum tiba, aku penasaran, menanti dalam harapan, dan bahkan menghitung waktu. Aku sempat cemas ketika orang yang membawakan hadiah itu nyaris tidak jadi tiba di Mongolia karena masalah visa, aku cemas, berada dalam doa, dan harapan. Bahkan aku ingin memutar waktu biar aku cepat menerimanya. Penasaran, harapan, dan bahkan kecemasan mewarnai hidupku. Begitu berharganya hadiah-hadiah itu dan lebih berharga orang yang dengan jerih payah dan usaha yang keras mengirimkan hadiah-hadiah itu.
Namun menanti dalam konteks kristiani bukan sekedar berdiri menunggu, karena sikap-sikap ini akan memberikan rasa bosan dan kita akan membenarkan ungkapan klasik di atas. Menanti dalam konteks kristiani adalah suatu tindakan AKTIF. Aktif berarti tidak tidur, tidak berhenti atau bahkan stagnan, aktif berarti berada dalam situasi sibuk, terus melakukan sesuatu dan menumbuhkan usaha untuk tidak menjadi malas. Aktif menuntut kita untuk bangun dari tidur kemalasan kita dan memandang ke depan, bangkit dari keputusasaan, kecemasan, bahkan bangkit dari keterpurukan hidup dan memandang pada tujuan yang sedang datang, mengarahkan hati, pikiran, nurani, bahkan jiwa pada pribadi yang sedang datang, dialah YESUS.

Dalam konteks sosial dan relasi hidup manusia, ketika seorang yang ingin bertemu dengan temannya, atau pacarnya, atau ada tamu istimewa yang akan datang, semua hal dipersiapkan, mulai dari pakaian, kebersihan rumah, bahkan kosmetik yang mahal agar terlihat rapi, dan up to date. Namun dalam konteks krisiani, kita menjadi cantik bukan saja secara eksternal melainkan juga secara internal melalui persiapan hati dan nurani kita. Gereja menyiapkan banyak sarana untuk persiapan hati dan batin kita lewat masa advent ini, lewat indahnya sakramen-sakramen, dan juga ritus liturgy yang baik dan menggugah hati kita. inilah sarana-sarana yang membawa kita layak menyambut Sang Penyelamat kita. Selain sarana-sarana di atas, di masa yang indah ini kita diminta untuk meningkatkan relasi dan keintiman kita dengan Tuhan, dengan Dia yang akan datang. Keintiman dengan Dia akan membuat kita semakin mengenal dan mencintai DIA yang adalah juru selamat kita.

Selama empat minggu ini kita diingatkan oleh tokoh-tokoh “pujangga alkibat” yang mengingatkan kita akan pentingnya kita menanti dalam harapan dan penuh persiapan. Yesaya mengingatkan kita akan kedatangan sang Penyelamat yang akan memberi kedamaian dan kebahagiaan bagi dunia “serigala dan domba akan tinggal bersama” yang bermusuhan akan saling berdamai dan kedamaian di bumi akan terpenihi. Bacaan-bacaaan pertama dalam minggu-minggu penantian ini, sangat indah karena mengingatkan kita bahwa penantian kita tidak akan sia-sia, bacaan-bacaan yang memberi harapan. Sedangkan dalam bacaan-bacaan injil, para penginjil mengingatkan kita untuk berjaga-jaga dalam pengharapan. Berjaga mempunyai makna yang amat sangat mendalam. Berjaga juga berarti tetap active, tidak diam, berjaga membuat kita selalu berada dalam pandangan dan mawas diri. Berjaga dalam masa ini memberi makna kepada kita untuk hidup dalam berkat dan tuntunan Tuhan, berada dalam harapan akan terwujudnya langit dan dunia baru. Mari berjaga dalam iman dan harapan yang teguh dengan doa, sakramen, tindakan cinta kasih, dan tentunya bersama Yesus Tuhan kita. Mari kita berdoa agar Yesus mau dayang dan tinggal di hati kita – datanglah Tuhan, maranatha - Masa penantian kita tidak akan pernah sia-sia karena sebentar lagi sang Juru Selamat kita akan datang dan lahir di palung hati kita. Mari kita siapankan palung hati untuk lahirnya Yesus.

Selamat berteduh bersama Yesus di masa yang indah ini…Tuhan memberkati….

Tuesday, December 01, 2009

PHILOSOPHY FOR LIFE

Be patient,


Be open minded.

Smile often,

Savor special moments.

Make new friends….

Rediscover the old ones.

Tell them that you love them…

And when you love them,

Feel it deeply.

Ignore worries, forget problems,

Pardon enemies, keep promises.

If you get more than one chance,

try again.

Prize your good ideas.

Try not to make mistakes,

And if you do, learn from them.

Be crazy.

Appreciate miracles when they happen.

Notice where the sun is in the sky,

Listen to the rain.

Watch for rainbows and falling stars.

Look for the beauty around you.

Smile with your heart,

Confide in others.

Give to others,

And be gentle with others, always.

Hope,

Desire,

Grow,

Work hard…. be yourself.

Be understanding when it’s needed.

Have confidence in life, have faith

Comfort a friend

Have confidence in yourself.

“ENJOY LIFE!!”