Monday, September 28, 2009

27091982 - 27092009


Hidup adalah sebuah buku
Setiap hari adalah lembaran baru
Banyak kisah yang diisi untuk diingat dan dipelajari
Banyak petualangan yang dilalui untuk dikenang
Banyak tantangan yang dihadapi untuk mendewasakan
Seribu satu orang yang menghiasi lembaran dan jalan kehidupanku
Tapi di atas semuanya
Selalu BERSYUKUR BUAT ANUGERAHNYA


Dua puluh tujuh tahun aku berlangkah. Di awali dengan tangisan karena keterasingan, ketergantungan yang penuh dari rahim ibuku yang tersayang hingga aku menjadi bebas dan menentukan pilihan hidupku. Aku telah mengisi lembaran-lembaran putih hari-hari perjalanan hidup dan panggilanku, lembaran-lembaran yang perlu aku syukuri. Banyak kisah dan petualangan yang aku lalui karena kasih dari DIA yang amat menyanyangi aku. Lembaran-lembaran itu aku isi dalam diary dan langkah hidupku; kadang jatuh dan terpuruk, namun DIA selalu membangunkan aku lewat orang-orang di sekitarku yang peduli, yang menegur, mengoreksi, dan menunjukan jalan terbaik untuk mengerti arti dan menghidupi makna kehidupan ini.
Dua puluh tujuh tahun, bukan waktu yang singkat, dan realitasnya adalah bahwa lembaran-lembaran yang aku isi masih sangat jauh dari sempurna, apa yang aku lakukan masih jauh dari kehendak Tuhan, masih banyak kisah yang tak perlu aku ukir, namun aku ukir, banyak kisah yang tak perlu menorehkan langkah hidupku, namun aku torehi dalam lembaran hidupku dan mungkin tak perlu lagi diingat. Namun satu hal yang patut aku syukuri adalah bahwa Tuhan selalu peduli dengan aku lewat rahmatNya dan orang-orang yang selalu ada buat aku secara fisik maupun spiritual, lewat cinta dan juga koreksi. Rahmat Tuhan itu menguatkan aku dalam iman dan bagaimana menghidupi iman itu, bagaimana memahami dan mengerti serta bersykur untuk rahmatNya. Dan orang-orang di sekitarku dan selalu ada di hatiku, mereka yang selalu ada lewat doa, dukungan dan cinta, mengajarkan aku bagaimana ‘berpetualang’ dan membagikan kasih Tuhan dan juga bagaimana menjadikan diri kita ekaristi yang hidup, membagikan kasih dan cinta kepada orang lain.
Beberapa waktu lalu, aku mempunyai suatu ketakutan yang amat sangat akan kematian, dan saat ini, ketika saya masih mengalami kasih Tuhan lewat usia ini, aku bersyukur atas karunia ini, karena hadiah terindah bagiku adalah kehidupan, dengan kehidupan, kita bisa bebuat sesuatu buat Tuhan dan sesama. Selain itu, Tuhan menumbuhkan dalam diriku iman yang semakin bertumbuh, pengampunan yang indah serta rahmat yang selalu memberi aku kekuatan unutk bertumbuh. Dengan melihat begitu besarnya kasih Bapa ini, tiada hal lain yang patut aku berikan dan naikan buat semuanya selalin SYUKUR.
Satu tahun berlalu, banyak hal yang patut aku syukuri. Aku patut bersyukur kepada Tuhan karena pengalamanku berada di sini Mongolia. Aku mengalami arti dan makna kehidupan, kemiskinan, dan bagiaman melayani orang lain. Bagaimana membagi kasih dan menerima kasih, bagimana mengalami pergulatan dan pergumulan hidup di sini. Aku bersyukur dengan pengalaman dinamisme gereja dan pertumbuhan gereja di tanah misi. Aku beryukur buat papa (yang telah pergi untuk selamanya tapi meninggalkan sejuta pelajaran buat aku untuk menghadapi kehdupan ini. I love you dad). Buat mama yang tersayang yang selalu ada bersama aku. I love you mom. Aku juga bersyukur buat kedua kakaku, dua saudariku, dan dua adikku. Aku sayang dengan kalian semua. Aku bersykur juga buat sama saudarku Salesian baik di Indonesia maupun di Mongolia, yang telah dan selalu mengajarkan aku unutk lebih mengerti dan mendalami semangat kita: Da Mihi Animas Cetera Tolle. Aku juga bersyukur buat orang-orang yang aku temukan tahun ini: banyak umat di sini Mongolia, banyak kaum muda, anak-anakku yang sedang berjalan menuju masa depan yang baik. Buat siswa-siswiku, buat Arivianti. Ma kasih banyak uda mengajarkan aku arti kejujuran dan arti memberi dengan hati, ma kasih untk semua doa-doamu. I love you. Ma kasih untuk semuanya. Aku juga mengenang sahabat, teman, dan mereka yang aku temukan di masa lalu hidupku: sahabat dan saudariku Sondang Maria, I love you my friend and sister, katekumenku yang sekarang telah di baptis (Ivan, Denny, Patris, Amiang, dll : be faithful in your Christian vocation. All of you always in my prayer. I love you all). Ma kasih uda mengajarkan aku banyak hal, ma kasih unutk semua doa-doa kalian semua. Untk semua kesalahanku lewat kata-kata, tindakanku kadang menyakitkan, saya minta maaf yang sebesar2nya. Maafin aku.
Dan untuk kalian semua aku selalu mengharapkan doa-doa kalian, doakan aku di dalam doa-doa pribadimu, kalian semua juga selalu ada dalam doa-doaku. Akhirnya untuk mengakhiri refleksiku, aku ingin menitipkan kepadamu semua satu lagu yang sangat aku sukai yang dinyanyikan oleh Samuel
JALAN TUHAN
Ada waktu di hidupku, pencobaan berat menerpa,
aku berseru mengapa ya Tuhan, nyatakan kehendakMu
Jalan Tuhan bukan jalanku,
dalam bimbang tanpaku ragu,
nantikan Tuhan jadikan semua,
indah pada waktunya
Pada Tuhan masa depanku,
pada Tuhan ku s’rahkan hidupku,
Nantikan Tuhan berkarya
Indah pada waktunya
Hari esok tiada ku tahu, namun tetap langkahku maju
Kuyakin Tuhan jadikah semua,
Indah pada waktunya
(back to: Pada Tuhan masa depanku….)


Kadang kita takut menghadapi masa depan kita karena tantangan yang ada di hidup kita. namun jika kita serahkan semuanya kepada Tuhan, Ia akan membuat semuanya indah pada waktunya. Mari kita serahkan masa depan dan hidup kita, dan biarkan kehendak Tuhan yang terlaksan karena semanjak dalam rahim ibu, Ia telah menetapkan hidup dan masa depan kita, Ia telah malukiskan namaku, namamu, nama kita semua di telapak TanganNya dan dia akan memagarinya dengan tembok yang kokoh agar kita selalu berjalan dalam kehendakNya. Tuhan ajari kami semua unutk masuk dalam kehendakMu.

Dengan penuh rasa syukur diiringi doa-doaku unutkmu semua
Arnold. Pattyona, SDB.

Wednesday, September 16, 2009

KEBAIKAN



Saya ingin membagi refleksi saya ini yang selama ini terus mengiang di otak dan batinku. Aku ingin berbagi refleksi tentang KEBAIKAN. Saya percaya setiap dari kita pernah bahkan sering atau tiap hari mengalami kebaikan, dan kita juga sering atau tiap hari memberi kebaikan.


Dua minggu yang lalu, saya bersama dengan dengan pastor Ekonomer komunitas pergi ke Ulaanbaatar (Ibu kota Mongolia). Kami dari Amgalan, sekitar 30 menit dari kota. Di tengah jalan, ada seorang bapak tua menahan mobil kami, dan kami berhenti, dia menumpang mobil kami. Dalam perjalanan kami banyak bercerita dengan ‘tamu’ kami ini dan dia sangat ramah walaupun kami orang asing dan bahasa Mongolia kami yang pas-pasan. Setelah tiba di salah satu terminal bus, dia meminta untuk turun, dan setelah turun, sang bapa – seperti lazimnya kita – mengucapkan terima kasih. Namun menarik bahwa sang bapa itu mengucapkan kepada kami “Tanart, baertlalaa bas zoong Naslaraai” (untuk kalian, terima kasih dan tolong umur kalian mencapai 100 tahun).
Kalimat ini membuat aku berpikir dan berefleksi. Seonggok pertanyaan melintas di otakku. Namun yang paling dominan yang ingin saya shaerkan di sini adalah: Mengapa sang bapa mengharapkan agar kami berusia sampai 100 tahun?. Bukankah di zaman kita ini, yang kata orang zaman makin edan ini jarang dan bahkan belum ada seorangpun sampai detik ini mencapai usia 100 tahun karena mungkin pengaruh bahan-bahan kimia dan cepat saji. Apakah yang diinginkan oleh sang bapa? Apakah dia ingin menumpang mobil kami lagi? Tidak!! Mungkin ini yang pertama dan terakhir kalinya dia menumpang mobil kami, apakah dia ingin agar dia dapat menghemat biaya angkot? Tidak!! Karena mungkin dia kaya berpenampilan sederhana. Dalam refleksi saya, sang bapa menginginkan agar kebaikan itu tetap ada, tetap lestari, tetap abadi. Dia menginginkan agar usia sampai 100 tahun yang memang sangat mustahil di zaman ini, agar kebaikan itu dialami dan dirasakan serta dibagikan lagi kepada orang lain agar mereka pun mengalami kebaikan yang sama atau bahkan lebih, agar kebaikan itu berdampak, berdaya kuat dan mampu mengikis keangkuhan dunia. Kebaikan mempunyai kekuatan untuk menerobos bahkan menghancurkan tembok keegoisan.
Di tengah dunia yang semakin edan ini, yang dipenuhi dengan egoisme, keangkuhan dan individualisme ini, sang bapa dan sekian banyak orang di luar sana termasuk saya dansaudara/i yang sedang membaca refleksi saya ini mengharapkan agar kebaikan itu ada, lestari dan dibagikan serta dialami. Setiap orang bahkan – dalam terminology filosofis dan moralitas – mendambakan apa yang disebut bonum commune – kebaikan umum, kebaikan yang membuat kita sama-sama merasakan dan mengatur setiap hidup kita. kebaikan yang membuat kita bebas dan mampu mengaktualisasikan diri kita dan menjadikan diri kita semakin bermakna dan bermartabat.
Kadang banyak orang melakukan hal-hal besar demi sesuatu yang kita sebut KEBAIKAN. Namun sebenarnya melalui suatu tindakan kecil, tindakan yang mungkin ‘murahan’, namun mempunyai daya, sangat nyaring gemanya dan mempunyai daya kuat untuk merubah dunia, merubah orang, merubah diri kita. Tindakan kecil seperti itu kadang memberikan kebahagian dan ketentraman hati. Saya mempunyai sifat yang kurang sabar dan cepat marah, namun ketika saya marah, seorang anak (sekarang kelas 3 STM) selalu mengatakan: frat, saya ingin frater tinggal bersama kami lebih lama. Jangan terus marah….kalimat itu terus diulanginya setiap kali aku marah dan kalimat itu mampu merubah saya unutk menjadi lebih sabar. Seorang anak berusia 18 tahun mempunyai daya bijak yang kuat yang mampu merubah aku, mampu membuat aku berefleksi. Kebaikannya lewat kata-kata yang sederhana mempunyai daya yang kuat untuk merubah aku daripada lembaran teori dari buku-buku psikologi yang pernah aku baca. Kebaikan melalui hal-hal kecil mampu merubah dunia.
Kebaikan dan perubahan dapat lestari dan dapat dialami oleh banyak orang kalau kita mampu menjadi pelaku kebaikan. Kalau kita mampu menjadi saksi kebaikan itu. Tidak sulit menjadi pelaku kebaikan. Setiap hari kita dihadapakan pada situasi di mana kebaikan itu dapat merubah dunia, LAKUKAN YANG TERBAIK DARI KITA MELALUI HAL-HAL KECIL DAN BIARKAN ORANG LAIN MENGALAMINYA….dan aku yakin akan banyak orang setelah mengalami kebaikan akan berkata kepadamu “Semoga umurmu sampai 100 tahun.

Tuesday, September 15, 2009

MENUJU HABITUS BARU BERSAMA YESUS


Kadang saya berpikir untuk merubah dunia
Namun kenyataanya dunia tidak berubah
Lalu…. aku berpikir untuk merubah keluargaku
Tapi semuanya menjadi sia-sia
Dan terbesit dalam pikiranku untuk merubah komunitasku
Tapi sungguh jauh dari harapanku
Akhirnya….sebelum aku meninggal aku berpikir
Alangkah baiknya aku merubah diriku terlebih dahulu

Memang kadang aku berpikir, betapa berharga dan mulianya jika aku mampu merubah dunia ini, namun aku lupa meneropong ke kedalam hati dan diriku. Tak dapat diingkari bahwa setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, dan semuanya menujukan bahwa manusia sebenarnya terbatas dan tidak sempurna. Setiap dari kita tidak pernah lepas dari egoisme, kesombongan, keputusasaan, namun betapa berartinya ketika orang berusaha untuk keluar dari hal-hal tersebut dan menuju pada pola hidup baru yang lebih bernilai dan berharga.
Menuju habitus baru menuntut suatu pengorbanan untuk meninggalkan hal-hal negatif dan lebih penting lagi adalah mengandalkan Yesus dalam hidup kristiani. Dalam relasi dengan sesama, diperlukan suatu sikap postive thinking, sebab setiap orang dalam melakoni kehidupan ini memainkan instrumennya masing-masing, memainkan not-not, dan akhirnya membentuk suatu orkestra yang indah dengan Yesus sendiri sebagai dirigen utama. Dialah yang mengajari kita bagaimana memainkan instrumen-instrumen tersebut dan bagaimana instrumen itu dapat dinikmati oleh orang lain.
Untuk membangun suatu habitus baru bersama Yesus, marilah kita bersandar pada Firman-Nya “Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”. Yesus mau mengingatkan saya dan anda bahwa dengan kekuatan sendiri kita tidak dapat berlangkah dengan baik. Mungkin kita hanya berjalan di tempat atau bahkan mundur. Dengan mengandalkan kekuatan dan kemanusiaan kita saja tanpa mengandalkan Dia justeru bisa mengarahkan kita pada kehancuran, sebab mungkin saja jalan kita menjadi gelap, dan akhirnya kita pun terjerembab dan jatuh. Dengan mengandalkan Dia dalam setiap realitas kehidupan ini, Dia akan menerangi jalan dan langkah kita, sebab Dia sendiri tidak dapat mengingkari cinta dan janji-Nya kepada manusia untuk selalu menyertai hingga akhir zaman. Problemnya adalah apakah kita mampu membuka diri bagi janjai-Nya itu?
Jika demikian, kita akan bertanya mengapa harus mengandalkan Dia sedangkan kita sendiri diberikan kebebasan? Untuk pertanyaan tersebut, saya melanjutkan refleksi saya dengan mengetengahkan kisah Pokok Anggur. Setiap orang Kristen percaya bahwa Yesus sendiri menjadi pokok anggur dan kitalah ranting-ranting-Nya. Sebagai ranting, kita memperoleh kehidupan dari pokok anggur tersebut, maka dengan melepaskan diri dari pokok maka justeru kita akan layu, kering dan akhirnya mati. Dengan demikian mengandalkan Yesus sungguh sangat logis sebab tanpa Dia semuanya menjadi tidak berarti dan lebih penting lagi adalah bahwa dalam Dia ada kehidupan dan kehidupan itu berbuah dalam kasih-Nya.
Maka untuk menuju habitus baru, untuk merubah dunia, kita harus berani menanggalkan manusia lama, dan menatap ke cahaya yang ada di depan. Semuanya menjadi mungkin jika pertama-tama kita mampu menjadikan Yesus sebagai model kita dalam merubah diri, dan dengan demikian dunia akan turut berubah pula. Dan dari kita dituntut komitmen yang kuat untuk melakukan semuanya!!!. Dunia berubah karena aku berubah pula dalam naman-Nya.

Monday, September 14, 2009

TITIP RINDU BUATMU

Waktu berlalu dalam peredaran, deru bising kehidupan memecah keheningan hidupku, langkah kaki kadang gontai dan sepoi-sepoi angin menghembus menembus pori-pori…..namun pekatnya malam menghantar aku pada pembaringan, pada peraduan, pada muara kesunyian.
Malam semakin larut,namun mata tak terpejam…terus terjaga seolah mentari masih bersinar terang. Aku lelah dalam kantuk, tapi mata tak mampu terpejam…malam seolah tak bersahabat denganku,tak mau menunjukan keakrabannya…aku kesal…kubawa seonggok perasaanku pada kebuntuan dan kebisuan….
Namun dalam kehiningan malam itu…wajahmu memecah…wajahmu terlintas,terpatri dan terukir abadi…engkau sodorkan senyum manismu…senyum yang terburai dari bibir seksimu,dan rambut hitam yang terurai kemilau membangunkan kantukku….aku bahagia….dirimu menghampiriku…dirimu bersamaku…dirimu memenuhi relung hatiku….
Bersama sepoi angin malam, dalam deru gemuru ombak, dan alunan melodi, kubisikan rinduku, kutitipkan manjaku, kutitipkan cintaku,kutitipkan rinduku. Aku sayang, aku mencintaimu, menyanyangimu. Oh angin malamku,oh deru gelombang pembawa cintaku…bangunkan dia, katakan padanya, aku rindu, aku sayang, aku memburunya….oh rembulan,bawalah dia terbang….bawalah aku dalam tatapanmu…satukanlah kami dalam cinta,….buatalah kami mengalami kasih dan kemaduan serta kemesraan cinta….oh malam, bisikan pada telingganya, aku tetap mencintaimu……

Dalam pekat dan dinginnya malam
September 2009.

HIDUP MEREKA MEMBUATKU TERGERAK


Kami para SDB (Salesian) yang berkarya di Mongolia, mempunyai satu rumah untuk anak-anak jalanan. Merka datang dari berbagai latar belakang dan hidup mereka. Pada tulisan kali ini saya ingin mengetengahkan sedikit profil mereka.
1. Otgontsitsik
Dia adalah anak perempuan tertua dalam keluarga. Dia mempunyai dua saudara tapi yang tertua meninggal karena minum minuman keras dan jatuh di tengah salju yang dingin (saat itu kurang lebih minus 40 derjat – sangat dingin). Dia meninggal saat usia 25 tahun. Saudaranya yang kedua, saat ini berusia 24 tahun tapi tanpa kerja, tanpa pendidikan, dan selalu mabuk. Sedangkan ibunya hanya seorang tukang sol sepatu di pasar dengan penghasilan tidak menentu,kadang hanya 1.000 Tugrik (kurang lebih Rp. 10.000) tapi dengan 1.000 Tugrik, tidak dapat membeli sesuatu selain untuk ongkos bus, tanpa membeli sekilo beras pun. Untuk memenuhi kekrangan untuk dapat mendapatkan satu bungkus roti,kadang ibunya mengais rejeki lewat sampah,mengumpulkan barang bekas dan menjualnya. Namun pada musim dingin, aktivitas ini jarang dilakukan karena dingin dan juga ibunya mempunyai masalah dengan kakinya,tidak berjalan normal dan mempunyai sakit jantung. Dia (Otgontsitsik) jugamempunyai dua adik laki-laki, dan dua-duanya tinggal di rumah salesian di Savio Children’s Home. Ayahnya bercerai dengan ibunya semenjak dia masih berusia 10 tahun. Setelah perceraian ayah dan ibunya, hidup mereka mulai menjadi sangat sulit dan pertengkaran selalu mewarnai keluarga mereka. Pada usia 12 tahun, dia memutuskan untuk keluar dari rumah dan tinggal bersama teman-temannya, tapi dia bukan menyongsong masa depan, tetapi menjauhkan dia dari masa depannya. Akhirnya pada usia 14 tahun, dia bertemu dengan ‘social worker’ dari Savio Centre dan menceritakan seluruh masa lalu dan hidupnya, serta niatnya untk melanjutkan sekolah,mempunyai masa depan yang baik dan pekerjaan yang layak. Akhirnya, pada usia 14 tahun dia masuk Savio Children’s Home dan sekarang setelah 4 hampir 5 tahun tinggal di centre, dia bahagia dan berada di kelas III sekolah teknik Don Bosco program jahit industry. Ketika saya menanyakan rencana hidupnya setelah tamat STM, dia mengatakan bahwa dia ingin kerja dulu lalu kalau ada uang, dia ingin melanjutkan kuliah, tapi bagi dia sangat sulit karena biaya hidup. Apakah anda peduli dengan masa depan dia…..seorang wanita yang sedang menyongsong masa depan namun terbentur berbagai persoalan hidup ekonomi?? Sekarang dia sedang mempersiapkan dirinya untuk pembaptisan pada paskah tahun depan (2010).