Tuesday, September 15, 2009

MENUJU HABITUS BARU BERSAMA YESUS


Kadang saya berpikir untuk merubah dunia
Namun kenyataanya dunia tidak berubah
Lalu…. aku berpikir untuk merubah keluargaku
Tapi semuanya menjadi sia-sia
Dan terbesit dalam pikiranku untuk merubah komunitasku
Tapi sungguh jauh dari harapanku
Akhirnya….sebelum aku meninggal aku berpikir
Alangkah baiknya aku merubah diriku terlebih dahulu

Memang kadang aku berpikir, betapa berharga dan mulianya jika aku mampu merubah dunia ini, namun aku lupa meneropong ke kedalam hati dan diriku. Tak dapat diingkari bahwa setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, dan semuanya menujukan bahwa manusia sebenarnya terbatas dan tidak sempurna. Setiap dari kita tidak pernah lepas dari egoisme, kesombongan, keputusasaan, namun betapa berartinya ketika orang berusaha untuk keluar dari hal-hal tersebut dan menuju pada pola hidup baru yang lebih bernilai dan berharga.
Menuju habitus baru menuntut suatu pengorbanan untuk meninggalkan hal-hal negatif dan lebih penting lagi adalah mengandalkan Yesus dalam hidup kristiani. Dalam relasi dengan sesama, diperlukan suatu sikap postive thinking, sebab setiap orang dalam melakoni kehidupan ini memainkan instrumennya masing-masing, memainkan not-not, dan akhirnya membentuk suatu orkestra yang indah dengan Yesus sendiri sebagai dirigen utama. Dialah yang mengajari kita bagaimana memainkan instrumen-instrumen tersebut dan bagaimana instrumen itu dapat dinikmati oleh orang lain.
Untuk membangun suatu habitus baru bersama Yesus, marilah kita bersandar pada Firman-Nya “Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”. Yesus mau mengingatkan saya dan anda bahwa dengan kekuatan sendiri kita tidak dapat berlangkah dengan baik. Mungkin kita hanya berjalan di tempat atau bahkan mundur. Dengan mengandalkan kekuatan dan kemanusiaan kita saja tanpa mengandalkan Dia justeru bisa mengarahkan kita pada kehancuran, sebab mungkin saja jalan kita menjadi gelap, dan akhirnya kita pun terjerembab dan jatuh. Dengan mengandalkan Dia dalam setiap realitas kehidupan ini, Dia akan menerangi jalan dan langkah kita, sebab Dia sendiri tidak dapat mengingkari cinta dan janji-Nya kepada manusia untuk selalu menyertai hingga akhir zaman. Problemnya adalah apakah kita mampu membuka diri bagi janjai-Nya itu?
Jika demikian, kita akan bertanya mengapa harus mengandalkan Dia sedangkan kita sendiri diberikan kebebasan? Untuk pertanyaan tersebut, saya melanjutkan refleksi saya dengan mengetengahkan kisah Pokok Anggur. Setiap orang Kristen percaya bahwa Yesus sendiri menjadi pokok anggur dan kitalah ranting-ranting-Nya. Sebagai ranting, kita memperoleh kehidupan dari pokok anggur tersebut, maka dengan melepaskan diri dari pokok maka justeru kita akan layu, kering dan akhirnya mati. Dengan demikian mengandalkan Yesus sungguh sangat logis sebab tanpa Dia semuanya menjadi tidak berarti dan lebih penting lagi adalah bahwa dalam Dia ada kehidupan dan kehidupan itu berbuah dalam kasih-Nya.
Maka untuk menuju habitus baru, untuk merubah dunia, kita harus berani menanggalkan manusia lama, dan menatap ke cahaya yang ada di depan. Semuanya menjadi mungkin jika pertama-tama kita mampu menjadikan Yesus sebagai model kita dalam merubah diri, dan dengan demikian dunia akan turut berubah pula. Dan dari kita dituntut komitmen yang kuat untuk melakukan semuanya!!!. Dunia berubah karena aku berubah pula dalam naman-Nya.

No comments: